TOPIKINI, PESSEL – Sudah menjadi agenda rutin setiap pagi, para pelajar di kampung Salak Jalamu, nagari IV Koto Hilie, kecamatan Batang Kapas, kabupaten Pesisir Selatan, harus menyeberangi sungai untuk pergi ke sekolah.
Sungai Batang Jalamu selebar lebih kurang 30 meter itu, memisahkan kampung mereka dengan sekolah yang berjarak sekitar 500 meter dari rumah mereka.
Orang tua yang khawatir melepas anaknya sendiri, terpaksa harus menggendong buah hati mereka saat menyeberangi sungai.
Jumat pagi (11/06/2021), air sungai memang tak begitu dalam, hanya setinggi lebih kurang satu meter.
Namun bagi murid sekolah dasar kelas satu dan dua, cukup merepotkan jika harus membuka kembali pakaian mereka.
Arafah, murid SD Negeri 20 Jalamu salah seorang dari mereka. Setiap hari ia harus diantar orang tuanya untuk menyeberangi sungai.
Jika debit air naik, tak jarang murid kelas empat ini tak bisa ke sekolah.
“Tadi nyeberang diantar orang tua. Kalau airnya besar, saya tak bias sekolah,” kata Arafah.
Untuk menuju kampung Salak, sebelumnya ada jembatan gantung yang menghubungkannya dengan kampung Jalamu, yang berada di jalur Lintas Barat Sumatera Padang – Bengkulu.
Namun sejak banjir bandang yang menghantam daerah itu bulan September 2020 lalu, jembatan itu putus dan tak bisa digunakan lagi.
Jalur ini memang jalur utama yang sehari-hari ditempuh warga untuk beraktifitas. meski ada jalan lain, harus menempuh jalan setapak melewati pematang sawah, sejauh lebih kurang satu setengah kilometer.
“Kalau airnya besar terpaksa lewat disana, tapi jalannya kecil, sekitar 1,5 kilo. Kalau lewat sini dekat, 500 meter saja. Kalau bias dipebaiki hendaknya,” kata Muklis Naradin, warga Jalamu yang setiap hari menyeberangi sungai Batang Jalamu untuk ke ladangnya.
Jembatan ini adalah urat nadi perekonomian masyarakat di kampung Salak Jalamu. Hanya berumur dua tahun sejak dibangun pemda Pesisir Selatan, kini warga harus kembali berjuang menyeberangi sungai setiap hari, hanya untuk sampai ke seberang.(fauzan)