TOPIKINI.COM – Operasi tangkap tangan (OTT) yang selalu digelar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kerap mengalami resistensi keamanan. KPK ternyata tidak selalu melibatkan Polri untuk meminta pengamanan. Koordinasi antarpenegak hukum pun dipertanyakan.
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan mempersoalkan koordinasi Polri dengan KPK untuk pengamanan OTT. Arteria mengungkap OTT di Tulungagung dan Blitar yang merupakan daerah pemilihannya sendiri.
Ada Bupati Tulungagung dan Wali Kota Blitar yang ditangkap KPK. 14 hari jelang Pilkada, calon bupati Tulungagung ditangkap tanpa pengamanan Polri. Polres dan Polda setempat juga ternyata tidak tahu ada OTT dari KPK.
“Di dapil saya 14 hari jelang pemungutan suara, calon bupati yang elektabilitasnya 70 persen pasti menang ditangkap KPK. Padahal, dia dapat inovasi pelayanan publik terbaik. Di Blitar juga begitu, wali kotanya yang menerapkan APBD pro rakyat, menerapkan sekolah gratis, dan semua hidup warganya ditanggung. Mereka malah di-OTT. Pemilihnya 92 persen,” papar Arteria saat mengikuti rapat kerja Komisi III dengan Kapolri di DPR, Kamis (19/7/2018).
Politisi PDI Perjuangan ini, menjelaskan di hadapan Kapolri Tito Karnavian bahwa KPK menangkap tersangka di pendopo bupati tanpa pengamanan polisi. Namun, ketika ingin masuk ke rumah pribadi bupati Tulungangung yang kebetulan di situ ada banyak simpatisan partai, barulah KPK minta bantuan polisi setempat, karena khawatir ada kerusuhan.
“Jadi polisi dipakai hanya untuk yang seperti itu, karena takut kerusuhan,” kilah Arteria penuh tanda tanya.
Kasus di Blitar juga mirip dengan Tulungagung. Kepolisian setempat tak tahu ada OTT KPK. Ia berharap, koordinasi Polri dan KPK tetap terjaga dengan baik. penegakan hukum harus juga saling menghormati institusi penegak hukum lain. (mh,mp/dpr.go.id)