TOPIKINI.COM – Suatu hari di sebuah warung sederhana di Solo.
“Gratis Mbok ?“, tanya Parjo heran.
“Ya, kenapa ? Makan aja apa yg kamu suka.”, jawab si mbok
“Wah…. terima kasih mbok.…”
Si Mbok tersenyum melihat Parjo, langganannya yg biasa berhutang di warungnya, sekarang menyantap makanan dg lahapnya.
Mungkin kali ini pria itu dapat menikmati makanannya tanpa beban.
Keringat meleleh di keningnya.
“ Parjo ! .. Ini catatan bon kamu ya. ?, tanya si Mbok dg senyum.
“Ya Mbok, tapi aku ndak ada duit sekarang”, jawab Parjo
“Ya, aku tahu, kamu memang selalu ndak ada uang.
Ya sudah, bon kamu ini aku hapus aja..“, lanjut si Mbok
“Wah, lelucon apa lagi ini Mbok, jangan bikin aku jantungan Mbok. Gratis saja aku sudah bingung… lah sekarang bonku malah dihapus, lagi.“
“Ya ..kamu ndak perlu jantungan. Terima aja. Aku senang kok”, balas si Mbok.
Hari itu ada hampir 40 orang yg datang makan di warung si Mbok. Mereka semua adalah supir angkot, tukang becak, pemulung, pedagang asongan, pengamen jalanan dan tukang minta-minta yg biasa nongkrong di sudut jalan.
Semua menikmati makanan dg gratis, bahkan sebagian dari mereka yg punya catatan hutang dinyatakan dihapus oleh si Mbok. Kebahagiaan jelas sekali terpancar diwajah si Mbok, melihat para pelanggannya yg gembira terbebas dari hutang dan makan siang gratis.
Pemandangan tsb aku saksikan sendiri sambil asyik menikmati es teh manis di warung si Mbok. Mereka yg datang seakan tidak memperdulikanku. Tapi tidak ada satupun ekspresi wajah mereka yg luput dari perhatianku.
Hari itu memang sengaja aku datang ke warung si Mbok yg dulu jadi langgananku ketika masih mahasiswa dulu. Si Mbok hampir tidak percaya ketika aku datang.
“Maksud Den gimana ?“, tanya si Mbok bingung.
“Ya mbok, aku ingin tahu berapa penjualan si Mbok jika seluruh makanannya habis terjual”, tanyaku tanpa memperdulikan keterkejutannya.
“Rp. 400 ribu Den, tapi tidak semuanya diterima karena sebagian dihutangin”
“Baiklah, berapa jumlah catatan hutang dari semua pelanggan si Mbok“, tanyaku lagi. Si Mbok makin bingung.
“Kira-kira Rp.700 ribu”, jawabnya.
“Oke Mbok, nah ini saya beri uang Rp.1.500.000,-“, kataku sambil memberikan uang itu kepadanya.
“Eehh.. untuk apa ini Den…?”, si Mbok sekarang makin bingung.
“Aku hanya ingin memberikan uang ini kepada si Mbok, karena dalam keadaan sulit sekalipun si Mbok masih bisa berbuat baik sama orang lain. Si Mbok bisa ngutangin orang yg butuh makan, walaupun si Mbok sendiri gak tahu kapan orang itu akan membayarnya.”
Sambil memperhatikan wajahnya yg berseri dan kebingungan, kupegang tangannya dan menyerahkan uang itu.
“Nah, apa yg akan si Mbok lakukan dengan uang ini?”, tanya ku.
“Terima kasih Den, si Mbok hanya ingin memberi kesempatan semua langganan makan gratis hari ini dan menghapus semua hutang mereka”, jawabnya.
“Kenapa gitu Mbok ???“, sekarang gantian aku yg terkejut.
“Si Mbok orang miskin Den. Si Mbok pengen sekali bersedekah, tapi ndak pernah bisa. Wong hidup juga sulit begini, hanya itu yang bisa si Mbok lakukan, katanya sambil menunduk.
Tanpa terasa mataku berlinang, “Ya Allah, betapa mulianya hati si Mbok”, ucapku dalam hati.
Ketika senja mulai beranjak malam, aku melangkah menjauhi sudut jalan itu. Di dalam mobil aku termenung. Selama ini kita begitu hebatnya menggunakan retorika bahwa kita peduli dengan si miskin. Kita marah kepada ketidak-adilan, tapi kita tidak pernah berbuat banyak.
Sebetulnya kehadiran Allah tetap ada di lingkungan si miskin. Dengan kesahajaannya mereka tetap berbagi dengan caranya sendiri untuk saling peduli.
Si Mbok adalah sebuah contoh, bahwa pesan cinta Allah dibacanya dengan baik, walau sedikit yg dia punya, itulah yg dia bagi… dan dia bahagia karena itu…
Memang cinta selalu menyehatkan dan menenteramkan, walau harus dengan memberi sesuatu, dimana pada waktu yg bersamaan kita sendiri juga sangat membutuhkannya.
“Berbagi itu tidak harus menunggu kaya!!!!.”
Note: Cerita ini hanya sebuah kisah untuk menginspirasi pembaca dan belum teruji kebenarannya.
(Jejeng)