TOPIKINI – Issue diskriminasi dan intoleran menjadi issue yang seksi bagi orang awam. Kita perhatikan penangkapan mahasiswa Papua dan kelompok solidaritas saat hendak melakukan aksi demonstrasi damai terkait New York Agreement di sejumlah kota seperti Ternate, Ambon, Malang, Surabaya, dan Jayapura pada akhir pekan lalu. Sedikitnya 213 mahasiswa ditangkap.
Keadaan itu terjadi dipicu awalnya oleh adanya bendera merah putih yang dirobek di asrama Mahasiwa di surabaya. Pihak Ormas berhasil memprovokasi polisi untuk menyerbu asrama. Padahal dari pengakuan mahasiswa, mereka tidak tahu siapa yang merobek bendera itu. Nah siapa ormas yang provokasi itu? Dan siapa yang viral kan itu?
Kemudian muncul issue soal akan dipolisikan nya UAS oleh ormas Kristen karena dianggap melakukan penistaan agama dalam pidatonya. Padahal dia pidato bukan ditempat umum tapi di masjid. Siapa yang memviralkan pertama kali video yang sudah tiga tahun berlalu itu? Apa artinya?
Yang jelas semakin ramai di sosmed akan semakin lengkap narasi permusuhan antar golongan. Dan hari ini MUI mulai bersuara. Ini jadi serius. Semakin memanas kasus ini akan semakin liar bola. Jangan dianggap sepele. Api kecil dapat jadi api besar.
Kalau Papua bergolak dan tak bisa dikendalikan karena faktor rasis. Kalau kasus UAS sampai meluas karena umat Islam tersinggung maka akan terjadi kerusuhan horisontal karena agama.
Maka dengan adanya dua issue, rasis kesukuan dan intoleran agama maka itu jalan legal bagi dunia internasional terlibat. Itu sesuai dengan resolusi HAM PBB. Ini akan jadi kasus international. Bila demikian maka memungkinkan agenda asing akan masuk dengan mudah, tentu untuk kepentingan ekonomi dan Geostrategis asing.
Saya sangat bersimpati dengan orang papua karena mereka memperjuangkan hak hak mereka yang sekian lama dikangkangi oleh elite politik di pusat. Saya sangat bersimpati dengan Umat kristiani yang diperlakukan tidak adil secara struktural dalam kehidupan beragama. Saya tak pernah lelah menyampaikan nilai nilai moral untuk keadilan.
Namun kalau saya meminta kita cerdas berpolitik bukan berarti saya takut dengan kaum intoleran dan terkesan mendukung mereka. Bukan. Saya ingin kita melihat masalah itu dari perspektif politik. Bahwa kita tidak boleh terpancing provokasi yang sehingga kita masuk cluster, yang kemudian dibenturkan.
Yakinlah, kalau buruk yang terjadi, maka yang sukses adalah mereka yang memang tidak ingin NKRI dan Pancasila. Pihak intelektual yang ada dibalik ini semua sengaja menggunakan lagu lama, yaitu memancing perseturuan lewat issue SARA sehingga persatuan dan kesatuan bisa berderak.
Jagalah NKRI, damai itu mahal. Mari menjadi pejuang literasi yang menyejukkan dan mencerahkan.(Grup Facebook Diskusi dengan Babo)