TOPIKINI.COM – Hari ini, setelah 20 tahun reformasi, jalan demokrasi kita kembali diuji. Teror keji yang terjadi Minggu (13/05/2018) pagi di Surabaya adalah tindakan biadab yang secara terang benderang berada di seberang jalan reformasi dan demokrasi yang kita perjuangankan.
Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan. Ia bukan saja menjadi ancaman nyata bagi keamanan nasional kita, terorisme adalah ancaman bagi demokrasi dan hak asasi manusia.
Diperlukan perangkat dan perkakas (instrumen) yang dapat menjamin keamanan dan hak hidup tiap-tiap warga negara.
Tindakan terorisme merupakan kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Dan penanganan terorisme tak bisa lagi diberi tindakan yang biasa-biasa saja.
Tindakan aksi terorisme yg terjadi di Mako Brimob dan Surabaya yg terjadi dalam waktu berdekatan adalah momentum untuk kita bersama sebagai elemen bangsa, mendudukan soal dan membuka segala kemungkinan untuk merumuskan secara komprehensif gerakan nasional anti terorisme negara kita.
Saatnya pimpinan lembaga negara serta agamawan, ilmuwan, tokoh masyarakat dan seluruh warga bangsa untuk bersama saling bahu membahu melawan kejahatan yang bertentangan dgn peri kemanusiaan dan peri kehidupan yg beradab.
Bahwa, peristiwa teror yang terjadi memerlukan perundang-undangan yang menjamin keamanan dan keselamatan warga dari rasa takut dan cemas akan ancaman terorisme.
Negara tetangga kita Malaysia dan Singapura memiliki perkakas yg memadai utk menangkal aksi terorisme dan subversi terhadap negaranya. Indonesia negara Besar belum memiliki perkakas yg memadai utk menangkal kejahatan terorisme terhadap negara dan kemanusiaan.
Korban aksi terorisme bukan angka statistik. Dia adalah tragedi kemanusiaan yg disebabkan rangkaian subversif terhadap asas dan ideologi negara Pancasila.
Pada batas ini, kita harus jujur, berani terbuka dan keluar dari saling salah menyalahkan. Bahwa sistem anti terorisme dan perangkat perundangannya memerlukan perbaikan.
Pengesahan RUU Anti Terorisme perlu segera dipercepat sbg perkakasnya negara utk melindungi kepentingan nasional dari aksi terorisme. (Masinton Pasaribu, Anggota Komisi III DPR-RI)