TOPIKINI.COM – Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia menyatakan, bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Ini kemudian dipertegas lagi di ayat (2) nya, bahwa “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Tapi apa jadinya jika untuk mendapatkan pendidikan tersebut, para generasi penerus bangsa ini mesti dihadapkan dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Mereka harus menantang bahaya dan bertaruh nyawa, seperti yang dilakoni murid-murid di kabupaten Solok Selatan ini.
Ratusan murid-murid di tiga nagari di kabupaten Solok Selatan, setiap hari harus menantang maut hanya untuk bisa sampai ke sekolah. Mereka harus mengarungi derasnya arus sungai Batang Hari.
Setidaknya ada tiga sekolah dasar yaitu di jorong Tanna Galo nagari Lubuk Ulang Aling Tengah, jorong Talantam nagari Lubuk Ulang Aling Selatan dan jorong Koto Ranah di nagari Lubuk Ulang Aling kecamatan Sangir Batang Hari. Lebih kurang 40 orang murid di tiga sekolah itu, tiap hari mesti naik biduk (perahu tempel) pergi ataupun pulang sekolah.
Satu biduk kadang mesti dinaiki oleh 20 hingga 25 orang anak. Mereka bahkan harus berdesakan didalam biduk yang kecil itu. Yang lebih parahnya, tak satupun alat keselamatan yang mereka gunakan. Sesekali, polisi Babinkamtibmas di daerah itu, mesti mengawal untuk menjamin keselamatan mereka.
Dengan kondisi arus sungai yang deras, bahaya kecelakaan bisa saja mengancam mereka. Apalagi jika kondisi cuaca buruk ataupun air sungai yang meluap. Bisa dibayangkan apa yang akan terjadi.
Itu semua mereka hadapi demi untuk menuntut ilmu yang diwajibkan pemerintah pada pasal 31 UUDN RI itu. Mereka tidak punya pilihan, karena sungai adalah satu-satunya jalur yang membuat mereka bisa sampai di sekolah. Daerah yang berada di pelosok dan berbatas dengan kabupaten Dharmasraya ini, tidak mempunyai akses jalan yang bisa dilewati kendaraan.
Biduk yang mereka gunakan untuk mengantar anak-anak kesolah ini, menjadi satu-satunya alat transportasi yang mereka miliki. Warga ketiga nagari yang terisolir ini, berpenghasilan dari mendulang emas secara tradisional di sungai Batang Hari.
Kondisi seperti ini, sudah berpuluh tahun dihadapi warga Lubuk Ulang Aling. Meski pemimpin di negeri ini berkali-kali berganti, namun nasib mereka tak juga berubah. Hingga saat ini (April 2018), masyarakat masih menunggu pemerintah untuk mewujudkan cita-cita dan harapan yang terkandung dalam pasal 31 UUDN RI tersebut.(Dky)