TOPIKINI, TANAH DATAR – Kabupaten Tanah datar, terutama yang berada di daerah lereng gunung Marapi, merupakan daerah subur. Kawasan ini sudah dikenal sebagai sentra penghasil sayur-sayuran di Sumatera Barat.
Namun dari data Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (PMDP2KB) kabupaten Tanah Datar, angka stunting di kabupaten ini masih tergolong tinggi, yaitu 17,4 persen.
Hal itu diungkap Nofendril, Kepala Dinas PMDP2KB kabupaten Tanah Datar, saat sosialisasi pendataan keluarga dan sasaran bangga kencana bersama mitra tahun 2021 di nagari Panyalaian kecamatan X Koto kabupaten Tanah Datar, Kamis (18/11/2021).
Meski angka 17,4% jauh dibawah angka stunting nasional yaitu 27,4%, namun jika melihat kondisi alamnya yang subur, tentu saja ini menjadi kontradiktif. Sebab stunting sendiri adalah kondisi anak yang mengalami kurang gizi kronis sejak dalam kandungan hingga usia dua tahun.
Menurut Nofendril, kurangnya perhatian orang tua terhadap kebutuhan gizi ibu hamil ataupun bayinya, menjadi salah satu penyebab anak menderita stunting. Sebab menurutnya, perekonomian dan taraf hidup masyarakat di daerah ini, sudah cukup baik, dari bertani ataupun bekerja di lahan pertanian milik orang lain.
“Kalau secara finansial dari kehidupan sehari hari baik itu sebagai pemilik lahan, penggarap dan penerima upah, cukup memberikan peningkatan ekonomi masyarakat kita di Sapuluh Koto ini. Cuma tinggal lagi bagaiman meningkatkan seluruh potensi yang ada meningkatkan derajat kesehatan dan derajat ekonomi masyarakat,” ucap Nofendril, usai sosialisasi.
Sementara itu, anggota Komisi IX DPR RI, Suir Syam sangat menyayangkan masih adanya anak lahir stunting di kabupaten subur ini. Akibat karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang bahaya stunting, sehingga masyarakat abai dalam memenuhi kebutuhan gizi.
“Protein kita bisa pelihara ayam, kita bisa pelihara ikan, sayur mayor kita bisa nanam. Sebenarnya jika orang tua mengerti masalah gizi, makanya ibu itu makannya yang bergizi dan seimbang, maka perkembangan anaknya mulai dari enam bulan setelah lahir, itu perkembangan fisik dan mentalnya sangat luar biasa, sel otaknya juga dibentuk saat itu, jadi kalau bapak dan ibunya mengerti, maka anaknya tidak akan stunting,” kata Suir Syam, yang juga menjabat sebagai ketua Kaukus Kesehatan DPR RI.
Angka stunting Sumatera Barat saat ini yaitu 27,7%, artinya 27 dari 100 bayi yang lahir di Ranah Minang ini mengalami stunting. Stunting tidak saja gagal tumbuh secara fisik, tapi juga gagal tumbuh secara kecerdasan. Jika kondisi ini berlanjut, dikhawatirkan masa depan daerah ini akan suram, karena banyak generasi penerusnya tidak produktif.(art)